Rindu

Malam mulai membentangkan jubah hitam berhias pernik bintang kecil putih. Bulan terlihat tersenyum ringan dengan bentuknya yang hampir utuh, mensyukuri awan yang tak menyaputnya malam ini.
Sebut saja nama tempat ini sebagai Alam Rasa. Satu tempat di bagian bumi yang akan ditemui secara sadar ataupun tidak. Sebuah tempat yang ada walau terkadang dirasa tidak. Satu tempat yang akan selalu terlewati meski kita berharap tidak.
Bukan para binatang yang menghuni. Bukan pula bidadari. Hanya perasaan-perasaan. Dan dari Rindu, kisah ini bermula.
Rindu. Itu namaku. Dibenci, namun tak jera. Ditangisi, tak akan pergi. Dipertemukan, aku akan menghilang kemudian kembali.
Iya, aku tak bisa musnah dari alam rasa manusia. Selalu ada, walau aku dicipta untuk tujuan yang berbeda.
"Hai Rindu," sapa Bayu.
Aku tersenyum seperdelapan detik sebelum diam membisu. Tak akan menanggapi lebih jauh makhluk fisik namun tak kasat seperti Bayu. Aku paham benar, ia hanya mengirimkan surat perintah yang berisikan aku harus dikurung dalam lembah hitam otak manusia. Aku dibelenggu. Dirangkai sebentuk pasung pikir. Mendekap erat pada satu suasana dalam memori terpendam.
Iya. Yang dirindukan terkadang bukan sebuah nama. Bukan pula sikap. Hanya suasana. Suasana yang dicipta oleh seseorang dengan sikapnya.
Setelah sapaan Bayu. Resmi sudah aku terlempar dalam otak manusia. Disalahkan. Ditangisi. Dipaksa pergi.
Aku heran, mengapa manusia justru menjadikanku tersangka atas sesaknya menahan keinginan bertemu? Atas sakitnya menahan keinginan merasakan suasana masa lalu?
Lupakan aku dengan Bayu. Aku akan terus terpenjara dalam lembah memori sampai manusia mengizinkan aku pergi. Atau mereka mempertemukanku dengan apa yang ingin ditemui. Atau mereka berhasil melupakan bahwa aku ada.
Lupakan aku dengan Bayu. Aku akan tetap seperti percik air yang hilang olehnya. Dipenjarakan dalam memori gelap manusia.
Selain Bayu, ada Rinai. Tetesan-tetesan air kenangan. Rinai menemuiku seiring miliaran kenangan jatuh ke bumi.
Hujan. Aroma tanah bertemu sejuknya kenangan yang menjadikannya basah. Resonasi penuh irama pembangkit masa lalu. Harmoni alam yang menarikku masuk dalam lembah rasa manusia.
Tak berbeda dengan Bayu yang diperintah untuk membuatku memasuki alam rasa yang gulita, Rinai pun demikian.
Mudah sekali ia menarikku menemui lorong-lorong masa lalu yang harusnya tak dirindu. Membuatku jatuh tersungkur dalam hayalan untuk kembali pada yang pernah ada. Membuatku membelenggu otak pada asa semu masa lalu.
Aku Rindu. Aku dibelenggu oleh manusia dalam otaknya sendiri.
Aku terlempar dalam jurang hitam. Membelenggu hati. Memasung pikiran. Mendekap suasana dan nama. Membuat sesak dalam dada. Menjadikan pipi terlelehi air mata.
Aku Rindu.

Komentar